Sabtu, 11 Januari 2014

MENIKAH UNTUK BAHAGIA (1)

1 Muharram  kemarin saya mengikuti seminar MENJEMPUT JODOH yang diselenggarakan PPPA DARUL QURAN MAKASSAR. Kenapa saya harus mengikuti acara itu? Apakah saya sudah setidak laku itu sehingga harus 'menjemput jodoh' segala? Dari pandangan manusia pada umumnya, umur saya - 27 tahun - adalah umur yang sudah sangat matang untuk menikah. Namun sampai hari ini jodoh itu belum dipercayakan Allah untukku. Bukan karena saya jelek, bodoh, atau dari keluarga yang tidak jelas, BIBIT BEBET BOBOT kata orang Jawa. Sama sekali bukan karena itu. Tapi karena saya memang belum pantas mengemban amanah besar itu. Masih banyak ilmu yang harus saya asah, untuk bisa mendapat gelar istri. Setelah mengikuti seminar itu, saya masih sering bertanya, mengapa saya harus menikah? Apa yang bisa saya lakukan untuk pernikahan saya kelak?

Beberapa hari kemudian, saya mengikuti acara Indonesia berdaya yang diselenggarakan oleh DOMPET DUAFA MAKASSAR. Pematerinya adalah Mas Iwel Sastra dan Pak Indra Noveldy. Materinya keren, bermanfaat banget. Tapi yang menjadi fokus saya adalah materi yang dibawakan Pak Indra Noveldy, sejalan dengan 'menjemput jodoh'. Point pertama yang saya garis bawahi dari sajian Pak Indra adalah nikah butuh ilmu. Saat itu saya yang masih bingung mencari alasan mengapa harus menikah merasa tertohok. Saya belum punya ilmu untuk menikah. Belum lagi saat Pak Indra bertanya, tujuan menikah buat apa? Saya semakin bingung.

Dalam kebingungan, saya melangkahkan kaki ke toko buku. Dipikiran saya saat itu saya harus punya buku yang menjawab pertanyaan diatas. Saya harus punya ilmu dasar tentang dunia pernikahan. Hari itu saya membeli buku yang juga karangan Pak Indra dan istrinya, Bunda Nunik Hermawati, judulnya MENIKAH UNTUK BAHAGIA. Setelah membeli buku itu, saya pun tidak bersegera membacanya. Mungkin memang keinginan menikah itu belum hadir dari hati, masih sebatas tekanan sekeliling yang memaksa pikiran untuk harus menikah juga seperti orang lain. Sekitar sebulan jadi penghuni rak, sampul plastik masih utuh. Hati saya tergerak membacanya setelah mendengar curhatan seseorang tentang kehidupan pernikahannya. Pernikahan yang jauh dari bayangannya. Hidup dengan suami dan anak-anak tapi merasa seperti single parent. Kengerian itu pun timbul, saya takut kelak mengalami hal serupa. Mungkin juga saat ini keinginan untuk menikah sudah berasal dari hati. Maka mulailah saya membacanya.

Sebelum masuk ke bagian satu, buku ini menyajikan kisah pernikahan Pak Indra dan Isteri menuju pernikahan berkualitas seperti yang diimpikan. Di sini Bunda Nunik bercerita tentang rumah tangga yang berkali-kali berada diujung tanduk. Untunglah Pak Indra adalah suami yang punya impian besar terhadap rumah tangganya, yaitu membawa istrinya menuju dunia yang begitu indah bersamanya. Saya pun berpikir, apakah ketika saya atau pasangan saya kelak mengalami nasib serupa, saat saya atau pasangan saya berkali-kali merusak pernikahan impian kami, saat kami begitu berbeda, apakah kami mampu bertahan seperti Bunda Nunik? Apakah masih ada maaf salah satu dari kami seperti maaf Pak Indra pada Bunda Nunik? Semoga bisa Ya Allah, Aamiin... Dari perjalanan ini Bunda Nunik memberikan beberapa pelajaran yang mudah-mudahan juga bisa saya pakai dalam menjalankan kehidupan pernikahan kelak.
Pelajaran 1. Menjadi momentum builder, yaitu tahu kapan harus memanfaatkan momentum untuk meningkatkan kualitas hubungan.
Pelajaran 2. Membaca situasi dan tanggap.
Pelajaran 3. Menempatkan diri di pikiran dan perasaan pasangan sehingga kita tahu what to do and what to say dengan tepat.
Pelajaran 4. Menghidupkan suasana. Be creative!
Pelajaran 5. Smiling heart, akan tercermin otomatis di wajah yang smiling face.
Pelajaran 6. Jika senang, tunjukkan! Jika lagi semangat, tularkan!
Pelajaran 7. Tunjukkan Apresiasi.
Pelajaran 8. Mensyukuri hal sekecil apapun yang dilakukan pasangan.
Pelajaran 9. Timing yang tepat untuk mengatakan dan melakukan apa pun.
Pelajaran 10. Stop and think.
 Bunda Nunik berkata, "Kebahagiaan pernikahan tidak diantar malaikat di atas nampan emas ke hadapan anda. You have to fight for it". Kebahagiaan pernikahan butuh proses, untuk menikmati kebahagiaan maka proses sepahit dan semanis apapun harus dinikmati.

(Bersambung...)

Jumat, 10 Januari 2014

ASSALAMUALAIKUM BEIJING

Apapun yang Asma Nadia tulis selalu keren. Dengan bahasa sederhana tapi dipenuhi makna. Semoga Allah selalu melimpahi kesehatan dan fikiran jernih untuk tulisan-tulisan yang mencerahkan padanya Aamiin.Tulisan ini lahir karena membaca novel Asma Nadia dengan judul ASSALAMUALAIKUM BEIJING. 

Saat membaca ada beberapa potong kalimat yang sangat menyentuh hati saya. Sebenarnya saya sudah mencatatnya di buku, tapi tiba-tiba saya berfikir jika sesuatu terjadi pada buku saya, hilang atau rusak misalnya, maka saya akan kehilangan kata-kata indah Asma Nadia. Akhirnya saya menuangkannya dalam sebuah tulisan di blog. Selama masih ada jaringan internet saya tidak akan kehilangan catatan ini.

Sebelumnya saya akan sedikit bercerita tentang hasil bacaan saya. Novel ini berkisah tentang Dewa, Asmara, dan Zhongwen. Pernikahan Dewa dan Ra yang tinggal sebulan batal karena kesalahan besar yang dilakukan Dewa dan Anita. Dewa harus menikahi Anita yang terlanjur hamil dan menjalani hari-hari hampa pernikahan sampai bayinya Dewa kecil lahir. Dewa tetap menjaga cintanya untuk Ra, dengan harapan bisa menjalani kehidupan bahagia bersama Ra setelah bercerai. Kehidupan bahagia yang telah matang mereka rencanakan sebelum Dewa memperturutkan nafsunya pada wanita lain. Namun Dewa tidak bisa menerima kenyataan, seumur hidupnya akan merawat Ra yang menderita APS. Sementara itu, Zhongwen, laki-laki Cina yang ditemui Asma di bus saat bertugas meliput di negeri tirai bambu, merasa menemukan Ashima pada diri Asma. Zhongwen menemukan hidayah melalui Asma. Dia rela dibuang keluarganya demi memeluk islam. Zhongwen menikahi Asma dalam kondisi sakit yang parah. Zhongwen mewujudkan cinta sejati bersama Asma seperti cinta Ahei pada Ashima. 

Hiks...baca novel ini bikin mewek-mewek. Saat Ra melepas Dewa setelah mengakui kesalahannya. Saat Ra jatuh bangun menata hati setelah ditinggal Dewa. Saat Asma berusaha memberikan kebahagiaan pada ibunya dalam kondisi sakit parah. Saat Zhongwen memutuskan masuk Islam. Saat Zhongwen terusir dari keluarganya karena mempertahankan keyakinannya. Saat Zhongwen melamar Asma yang terbaring sakit. Saat Zhongwen penuh cinta merawat istrinya yang kehilangan ingatan. 

Pokoknya untuk kamu-kamu pencinta novel romantis yang syarat ajaran-ajaran Islam, syarat pelajaran, novel ini recommended banget deh. Tiba-tiba saya berfikir, adakah Zhongwen untukku? Tapi yang lebih penting bisakah aku setegar Asma dan tetap berpikir positif  pada ketetapan Allah? Semoga Aamiin

Nih beberapa kutipan yang sempat saya catat. Ngena di hati soalnya.
* Jangan membiarkan ketidak pastian memenjarakanmu pada kesedihan.
* Jika tak kau temukan cintamu, biarkan cinta menemukanmu.
* Cinta itu menjaga, tergesa-gesa itu nafsu belaka.
* Patah hati perkara manusiawi, tetapi tidak boleh berlarut-larut. Sebab ketika seseorang berlama-lama dalam perasaan nelangsa, dia kehilangan fokus pada semesta kebaikan yang Allah limpahkan.
* Setiap kita yang mencari cinta, setelah menemukan harus menyertainya dengan keberanian dalam memperjuangkan dan mempertahankan cinta yang ada.

Inilah sedikit yang bisa saya tuliskan, untuk cerita lengkapnya silahkan cari novelnya di toko-toko buku. Jangan lupa siapin tissue. 

Selamat membaca!